Aku datang untuk orang berdosa, bukan untuk orang saleh
Apakah Anda pernah berdosa?? Berapa kali sehari? 3 kali sehari, atau malah lebih?? Hari ini Yesus memanggil Matius, si pemungut cukai, menjadi pengikut-Nya. Yesus tidak segan-segan untuk makan bersama dengan para pendosa dan pemungut cukai. Tindakan Yesus itu dinilai merendahkan martabat para rabi dan ahli Taurat dari Kaum Farisi, karena mereka biasanya menghindar untuk makan bersama dengan orang yang mereka anggap berdosa.
“Dosa” menurut kaum Farisi dan ahli Taurat adalah tidak mentaati hukum dan adat istiadat keagamaan Yahudi. Orang yang dapat mentaati hukum itu adalah kalangan terbatas: para rabi, sementara umat tidak mungkin melaksanakan karena keterbatasan pengetahuan ataupun keuangan (untuk biaya membeli bahan persembahan di kenisah sesuai dengan aturan). Mereka membuat aturan dari mencuci tangan dan kaki sebelum makan, sampai soal penghormatan mutlak terhadap Hukum Sabat dengan tidak berbuat apapun juga. Pemungut cukai dianggap orang pendosa berat karena memang kerap kali menarik cukai di luar kewajaran. Namun mengapa Yesus memanggil Matius? Yesus mau menjungkirbalikkan jalan pikiran orang Farisi dan ahli Taurat yang beranggapan bahwa mereka dapat menyelamatkan diri sendiri dari hukuman kekal dengan usahanya sendiri berbuat baik, yakni ketaatan terhadap hukum Taurat dan adat istiadat Yahudi. Jadi orang yang tidak taat akan mengalami kebinasaan.
Sikap Yesus yang mau makan bersama dengan orang pendosa dan pemungut cuka mengubah radikal jalan pikiran “keselamatan” itu. Keselamatan bukan melulu diusahakan manusia melainkan pertama-tama karunia Allah yang serta merta cuma-cuma. Allah berinisiatif memanggil orang berdosa untuk kembali menjadi anak-Nya. Keselamatan itu buah kasih Allah yang maharahim. Karena itu, yang dimohon dari pihak manusia bukanlah kesombongan: merasa diri menjadi orang saleh, tetapi justru pengakuan sebagai orang berdosa. Bagaikan sebuah botol berisi air keruh, mustahil dapat diisi air jernih kalau tidak dikeluarkan dulu, demikian juga, hati manusia tidak mungkin dimurnikan kalau manusia tidak terbuka untuk dibersihkan hatinya oleh Allah.
Siapakah kita? Kita akan menjadi orang yang mengaku diri yang sakit dan berdosa dan mohon pengampunan, atau mengaku diri orang yang merasa sehat dan saleh sehingga tidak lagi membutuhkan Yesus?
Tuhan Yesus Memberkati.
Jumat, 19 November 2010
Aku datang untuk orang berdosa, bukan untuk orang saleh
Renungan Natal dan Tahun Baru
Renungan Natal dan Tahun Baru
Tahun berganti tahun, tiap Natal selalu ada momentum lahir baru dan di tahun yang baru juga selalu berharap hidup yang baru dan segala sesuatu yang lama di tahun kemarin diharap diganti dengan hal2 yang baru. Namun sampai di manakah manusia hidup baru? Begitu menjelang akhir tahun segala sifat2 lama manusia ya kambuh lagi. Apakah makna lahir baru dan hidup baru cuma pada saat Natal dan Tahun Baru saja? Bagaimana sikap manusia sehari2 selain hari2 tersebut? Natalan tiap tahun selalu diwarnai dengan berbagai kemewahan, parcel2, pesta dan pernik2 mewah lainnya dan tiap pergantian tahun biasa diwarnai dengan tiup terompet dan pesta kembang api serta berbagai acara hura2 lainnya. Tapi itu cuma bisa dinikmati oleh segelintir orang yang hidup dalam kemewahan belaka, sementara mereka yang hidup dalam kekurangan jauh lebih banyak. Peristiwa tsunami dan berbagai bencana yang justru timbul pada saat Natal dan Tahun Baru mengingatkan kepada semua umat tentang kesederhanaan hidup yang hanya sekali ini, setelah mati entah ke mana. Tidak ada lagi parcel yang biasa dikirim ke rumah gedongan dan acara2 mewah yang berlebihan yang biasa diadakan oleh orang2 kaya tapi lupa diri, lupa akan Juru Selamat yang telah menyelamatkan hidup mereka dari kesia2an. Sekarang dengan banyak peristiwa spt di atas maka mereka pun harus rela meniadakan parcel2 dan segala acara mewah lainnya. Sanggupkah hidup berbagi rasa dengan mereka yang benar2 membutuhkan? Sejauh manakah makna Natal dan Tahun Baru benar2 dihayati dan diamalkan, bukan pesta pora dan hura2?